Jumat, 26 September 2025

Gelombang Senyap di Tanjung Balai, Operasi Penyelamatan 29 Jiwa dari Cengkeraman Penyelundup




​Sumut, MCE, Rabu (24/9/2025) - Gelap malam di perairan Tanjung Balai, Sumatera Utara, bukanlah sekadar pemandangan biasa; ia seringkali menjadi saksi bisu bagi kisah-kisah penuh risiko dan keputusasaan. Di bawah lindungan kegelapan itulah, jaringan penyelundupan manusia beraksi, memanfaatkan kerentanan mereka yang mendamba kehidupan lebih baik di negeri seberang. Namun, pada malam itu, operasi senyap dari Tim Subdit Patroli Air Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri siap memutus rantai gelap tersebut. Jumat (26/9/2025). 


​Dalam keheningan yang memecah ombak, petugas mendapati sebuah kapal motor tanpa nama bergerak mencurigakan. Setelah dilakukan pengejaran dan pemeriksaan, pemandangan di atas geladak kapal itu menguak sebuah realitas pahit. Di dalamnya, berdesakan, ditemukan 29 orang yang nasibnya berada di ujung tanduk. Mereka bukan sekadar penumpang, melainkan korban dari janji-janji palsu dan praktik ilegal.


​Data yang terungkap sungguh memilukan: total 29 Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal yang diselamatkan. Angka itu terdiri dari 19 Warga Negara Indonesia (WNI), yang sejatinya harus dilindungi oleh negara mereka sendiri, serta 9 warga negara Bangladesh. Yang paling mengiris hati adalah kehadiran satu orang bayi di antara mereka, sebuah jiwa tak bersalah yang turut terseret dalam risiko pelayaran ilegal. Keberangkatan ini, selain melanggar hukum, juga mengabaikan standar keselamatan dan kemanusiaan.


​Di balik operasi berbahaya ini, petugas berhasil mengamankan sosok yang bertanggung jawab. Ia adalah MFL (21), sang tekong kapal, yang berasal dari Teluk Nibung. Bersama penangkapan MFL, polisi juga menyita sejumlah barang bukti krusial: kapal motor yang digunakan untuk mengangkut para korban, dan sebuah ponsel merek Redmi yang diduga kuat menjadi alat komunikasi utama dalam melancarkan aksi kejahatan transnasional ini.


​Tindakan MFL jelas merupakan pelanggaran serius terhadap hukum. Sebagaimana ditegaskan oleh Dirpolairud Korpolairud Baharkam Polri, Brigjen Pol. Idil Tabransyah, S.H., M.M., MFL dijerat dengan pasal berlapis. Jeratan hukumnya mencakup Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia serta Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang telah diubah dengan UU No. 63 Tahun 2024. Ancaman hukuman yang menanti MFL tidak main-main: penjara hingga 10 tahun dan denda maksimal sebesar Rp15 miliar.


​Operasi penyelamatan di perairan Tanjung Balai ini bukan hanya sekadar penangkapan, melainkan sebuah penegasan komitmen negara dalam memerangi kejahatan perdagangan dan penyelundupan manusia. Penyelamatan 29 jiwa—termasuk satu bayi—dari cengkeraman penyelundup adalah kemenangan kemanusiaan. Ini menjadi pengingat yang kuat bahwa perairan Indonesia, seberapa pun gelapnya, akan terus dijaga dari tangan-tangan jahat yang mengeksploitasi impian dan keputusasaan orang lain. (bp). 

Artikel Terkait

Gelombang Senyap di Tanjung Balai, Operasi Penyelamatan 29 Jiwa dari Cengkeraman Penyelundup
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email

Berita Terbaru