Jakarta, MCE, 1 Oktober 2025 – Di bawah langit Jakarta yang tenang, sebuah babak baru dalam sejarah kepemimpinan nasional terukir. Presiden Prabowo Subianto memimpin jalannya upacara kenegaraan memperingati Hari Kesaktian Pancasila Tahun 2025. Momen ini bukan sekadar rutinitas tahunan, melainkan sebuah penanda bersejarah, upacara pertama yang dipimpinnya sebagai Kepala Negara sejak dilantik—sebuah janji yang ditepati di hadapan monumen yang sarat makna, Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya.
Sejak pagi, suasana di kompleks Lubang Buaya terasa khidmat dan penuh disiplin. Ratusan peserta upacara, yang terdiri dari unsur militer, sipil, dan para pejabat tinggi negara, berbaris rapi menunggu detik-detik upacara dimulai.
Ketika Presiden Prabowo memasuki lapangan upacara, rangkaian sakral pun dimulai. Salam Kebangsaan membahana, disusul dengan Penghormatan Kebesaran, menandai dimulainya prosesi resmi. Kolonel Pnb Muhamad Amry Taufanny, bertindak sebagai Komandan Upacara, memberikan laporan dengan suara lantang dan tegas kepada Inspektur Upacara, sang Presiden.
Dalam hening yang mencekam, tiba saatnya bagi mengheningkan cipta. Dengan suara yang penuh penghayatan, Presiden Prabowo mengajak seluruh peserta upacara untuk menundukkan kepala, mengenang darah dan air mata yang tumpah demi tegaknya ideologi bangsa.
“Marilah kita sejenak mengenang arwah dan jasa-jasa para pahlawan revolusi dan para pendahulu kita yang telah berkorban untuk kedaulatan, kehormatan, kemerdekaan bangsa Indonesia, dan untuk mempertahankan Pancasila,” ucap Presiden, menggema di tengah keheningan, menggarisbawahi betapa mahalnya harga sebuah ideologi.
Upacara kemudian menjadi panggung bagi pilar-pilar demokrasi untuk menegaskan kembali komitmen mereka kepada dasar negara. Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Ahmad Muzani, melangkah maju untuk membacakan naskah Pancasila dengan lantang, menegaskan kembali lima sila sebagai falsafah hidup bangsa.
Selanjutnya, giliran Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Yorrys Raweyai, yang membacakan naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, membangkitkan kembali memori akan cita-cita pendirian negara.
Puncak dari afirmasi komitmen kebangsaan hadir saat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Puan Maharani, membacakan naskah Ikrar. Bukan hanya dibacakan, naskah bersejarah tersebut juga ditandatangani olehnya, sebuah simbol keseriusan dan persatuan lembaga legislatif dalam menjaga kesaktian Pancasila.
Rangkaian acara ditutup dengan lantunan doa yang menyejukkan. Menteri Agama, Nasaruddin Umar, memimpin doa, memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bangsa Indonesia senantiasa diberikan kekuatan, kedamaian, dan perlindungan untuk menjaga Pancasila dari segala ancaman.
Usai upacara yang penuh makna, Presiden Prabowo tak lantas beranjak. Bersama sejumlah menteri Kabinet dan tamu undangan, langkahnya diarahkan menuju sumur Lubang Buaya. Tempat yang sunyi ini adalah simbol tragis sekaligus sakral, lokasi di mana para pahlawan revolusi disiksa dan gugur—sebuah peringatan abadi akan pengorbanan yang tak terhingga.
Di sana, di hadapan sumur yang menjadi saksi bisu kekejaman sejarah, Kepala Negara Prabowo Subianto kembali memanjatkan doa. Sebuah momen refleksi mendalam, menegaskan bahwa tugas utama kepemimpinan adalah memastikan bahwa pengorbanan masa lalu tidak pernah sia-sia, dan bahwa Kesaktian Pancasila akan terus menjadi benteng kokoh yang menaungi masa depan Indonesia.
Upacara Hari Kesaktian Pancasila 2025 ini lebih dari sekadar peringatan. Ini adalah penegasan kembali komitmen seorang pemimpin baru untuk menjaga amanah ideologi, sebuah jejak perdana yang mendalam di lokasi yang merupakan jantung pengorbanan nasional. (bp).
