JAKARTA, MCE – Kabupaten Bekasi kembali diguncang skandal besar yang melibatkan pucuk pimpinan daerahnya. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan Bupati Bekasi, Ade Kuswara (ADK), bersama ayah kandungnya, HM Kunang (HMK), sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap "proyek masa depan". Sebuah praktik korupsi bermodus ijon yang membuktikan betapa rentannya integritas birokrasi di bawah bayang-bayang dinasti dan kepentingan swasta.
Skandal ini terkuak setelah tim penyidik KPK menemukan jejak aliran dana sebesar Rp9,5 miliar yang mengalir dari kantong seorang pengusaha berinisial SRJ. Uniknya, uang fantastis tersebut bukanlah upah atas pekerjaan yang telah selesai, melainkan "uang muka" untuk proyek-proyek yang bahkan belum ada wujudnya di dokumen anggaran.
"KPK menetapkan tiga tersangka: saudara ADK selaku Bupati Bekasi, saudara HMK yang menjabat Kepala Desa Sukadami sekaligus ayah dari Bupati, dan SRJ dari unsur swasta," tegas Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Sabtu (20/12/2025).
Hubungan gelap ini diduga bermula tak lama setelah Ade Kuswara menghirup udara kekuasaan di akhir tahun 2024. Alih-alih merancang pembangunan untuk rakyat, sang Bupati justru membangun komunikasi intens dengan SRJ, seorang kontraktor kawakan di Bekasi. Keduanya menyepakati mahar ijon untuk proyek-proyek tahun anggaran 2026 dan seterusnya.
Praktik lancung ini dilakukan secara sistematis. Uang Rp9,5 miliar tersebut tidak diserahkan sekaligus, melainkan melalui empat tahap transaksi yang melibatkan perantara demi mengaburkan jejak.
Namun, keserakahan tampaknya tidak berhenti di situ. Penyelidikan KPK menemukan "lubang hitam" lain dalam kekayaan sang Bupati. "Sepanjang tahun 2025, ADK juga diduga menerima aliran dana lain dari berbagai pihak dengan total mencapai Rp4,7 miliar," tambah Asep. Jika dijumlahkan, total gratifikasi dan suap yang menjerat sang Bupati dalam setahun kepemimpinannya mencapai angka yang sangat fantastis.
Kini, Ade Kuswara dan ayahnya harus bertukar kursi empuk kekuasaan dengan dinginnya sel tahanan KPK selama 20 hari ke depan. Mereka dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11 dan 12B UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara itu, sang pemberi suap, SRJ, menghadapi ancaman Pasal 5 ayat 1 UU Tipikor.
Kasus ini menjadi noda hitam bagi tata kelola pemerintahan di Kabupaten Bekasi. Modus ijon—menjual proyek yang belum ada—menunjukkan betapa jabatan publik kerap dianggap sebagai barang dagangan. Rakyat Bekasi kini harus menyaksikan pemimpin yang baru mereka pilih setahun lalu, justru terjerembap dalam pusaran korupsi yang melibatkan keluarga intinya sendiri. (bp).
