BOJONEGORO, MCE, Selasa, 28 Oktober 2025 - Udara di halaman sekolah terasa sejuk namun penuh getaran. Di bawah langit yang mendung, Civitas Akademika berkumpul dalam barisan rapi, siap mengenang dan menghayati kembali sebuah janji suci yang telah terukir hampir satu abad silam. Bukan sekadar rutinitas, melainkan sebuah ziarah batin menuju monumen spiritual bangsa: Hari Sumpah Pemuda ke-97.
Tepat pukul 08.00 WIB, upacara dimulai. Suasana hening dan khidmat meliputi seluruh peserta. Puncak dari acara itu adalah ketika sosok Kepala Sekolah, Bapak Darusman, berdiri tegak sebagai inspektur upacara. Dengan suara yang tegas dan berwibawa, beliau memimpin pembacaan kembali Tiga Ikrar Suci yang lahir dari Kongres Pemuda II di Batavia pada tahun 1928: Satu Tanah Air, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa. Setiap kata yang terucap terasa menggema, menembus batas waktu, mengingatkan setiap insan yang hadir bahwa persatuan bukanlah hadiah, melainkan warisan dan tugas.
Bapak Darusman tidak hanya memimpin upacara; beliau menyalakan kembali bara api semangat di dada para pelajar dan guru. Beliau menekankan bahwa Sumpah Pemuda adalah blueprint kebangsaan yang tidak pernah usang. Di era disrupsi, di tengah laju teknologi dan tantangan global, semangat ini harus bermetamorfosis menjadi gerakan nyata.
"Sumpah Pemuda adalah penolakan terhadap perpecahan. Ia adalah deklarasi bahwa perbedaan kita adalah kekuatan terbesar. Hari ini, kita bukan hanya mengenang, tapi kita harus menggenapi janji itu!"
Melalui tema yang membara: "Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu," semangat ini dihidupkan kembali. Gerak yang dimaksud bukan lagi gerak fisik melawan penjajah, melainkan gerak intelektual, gerak inovasi, dan gerak hati untuk saling merangkul. Semangat ini menuntut setiap pemuda-pemudi untuk mengisi kemerdekaan dengan karya nyata—dengan riset yang bermanfaat, dengan prestasi yang membanggakan, dan dengan kontribusi yang memajukan masyarakat.
Ini adalah panggilan bagi generasi Z dan Alpha untuk menjadi arsitek masa depan, menjahit kembali benang-benang persatuan yang mungkin sempat longgar oleh polarisasi sosial. Sumpah Pemuda ke-97 mengajarkan kita bahwa persatuan sejati lahir dari kemauan untuk melepaskan ego kelompok dan memprioritaskan kepentingan bangsa yang lebih besar.
Momen bersejarah di halaman sekolah itu harus menjadi titik tolak. Ia adalah booster energi kolektif. Mari kita jadikan peringatan ini sebagai Penyemangat Baru untuk bergerak maju, membawa Indonesia menjadi bangsa yang lebih maju, lebih adil, dan berdaulat penuh di kancah dunia. Kobarkan janji abadi ini dalam setiap langkah dan karya kita. (bp).
