Sabtu, 27 Desember 2025

​Hanya Bertanya Soal Lingkungan, Guru Honorer di Banyuwangi Dipaksa Jalani Pemeriksaan: Di Mana Kebebasan Berpendapat?





​BANYUWANGI, MCE – Sebuah gelombang kritik publik kini tengah mengarah pada Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Pemicunya adalah tindakan Dinas Pendidikan yang dinilai berlebihan dalam merespons suara kritis warganya di media sosial.


​Lia Minarso, seorang tenaga pendidik tidak tetap (guru honorer) di SDN 2 Penganjuran, harus berurusan dengan birokrasi yang kaku. Hanya karena sebuah komentar singkat di Instagram, ia dipanggil untuk menjalani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) layaknya seorang pelaku pelanggaran berat.


​Kejadian ini bermula saat Lia meninggalkan jejak komentar pada unggahan yang memuat berita penghargaan untuk Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani. Tanpa kata makian maupun ujaran kebencian, Lia hanya menuliskan:


"Tumpang pitu gimana bu Ipuk?"


​Pertanyaan ini merujuk pada isu lingkungan terkait tambang emas Tumpang Pitu, sebuah topik yang memang sensitif dan menjadi perhatian publik di Banyuwangi. Namun, siapa sangka, lima kata tersebut dianggap cukup untuk "menyeretnya" ke ruang pemeriksaan pada 9 Desember 2025 lalu.


​Yang menjadi sorotan tajam publik adalah status Lia yang bukan merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN). Secara hukum dan administratif, kode etik serta disiplin ketat ASN seharusnya tidak berlaku bagi tenaga honorer dalam konteks kebebasan berpendapat sebagai warga negara biasa.


​Langkah Dinas Pendidikan Banyuwangi yang melakukan instruksi langsung untuk memeriksa Lia dianggap sebagai bentuk intimidasi dan upaya pembungkaman. Publik menilai tindakan ini seolah-olah memperlakukan guru honorer sebagai pegawai negeri yang terikat aturan birokrasi ketat, padahal di sisi lain, hak-hak dan kesejahteraan mereka seringkali belum setara dengan ASN.


​Kasus Lia Minarso menjadi pengingat pahit tentang betapa tipisnya ruang demokrasi di media sosial saat ini. Jika sebuah pertanyaan kritis mengenai kebijakan publik dan lingkungan berujung pada pemanggilan resmi, maka masa depan kebebasan berekspresi di tingkat lokal sedang dipertaruhkan.


​Kini, publik menunggu kejelasan: Apakah pemerintah daerah akan mengevaluasi tindakan ini, atau justru semakin memperketat pengawasan terhadap suara-suara sumbang yang muncul dari rakyatnya sendiri? (Tim/MCE). 

Artikel Terkait

​Hanya Bertanya Soal Lingkungan, Guru Honorer di Banyuwangi Dipaksa Jalani Pemeriksaan: Di Mana Kebebasan Berpendapat?
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email

Berita Terbaru