JAKARTA, MCE – Di tengah gejolak ketidakpastian geopolitik yang kian meruncing dan bayang-bayang ketegangan yang mengancam stabilitas ekonomi dunia, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, tampil ke muka sebagai suara yang menyerukan persatuan dan pragmatisme. Dalam sesi krusial APEC Economic Leaders’ Meeting (AELM) yang berlangsung pada Jumat (31/10/2025) di Hwabaek International Convention Centre (HICO), Gyeongju, Presiden Prabowo melontarkan sebuah mandat kolektif yang tidak bisa diabaikan: kawasan Asia Pasifik harus segera membangun kembali rasa saling percaya dan memperkuat komitmen kerja sama inklusif.
Saat kecurigaan antarnegara berpotensi menjadi "racun" bagi kemajuan, Kepala Negara RI mengingatkan para pemimpin kawasan akan bahaya fatal yang mengintai. Meningkatnya ketegangan dan ketiadaan itikad baik dalam berinteraksi tidak hanya akan memperlambat laju ekonomi, tetapi juga secara fundamental dapat merusak tatanan yang telah susah payah dibangun. Namun, di hadapan para pemimpin ekonomi APEC, Presiden Prabowo menegaskan bahwa Asia Pasifik tidak boleh—dan tidak akan—menyerah pada godaan perpecahan.
Sorotan utama pidato Presiden Prabowo adalah panggilan untuk kembali menghayati semangat awal APEC. Sejak didirikan, forum ini diamanatkan untuk menjadi mesin penggerak pertumbuhan ekonomi inklusif dan pilar kokoh dari kerja sama multilateral.
Presiden menekankan bahwa sudah saatnya komitmen lama diperbarui dengan energi baru: sebuah sistem perdagangan yang terbuka, adil, dan berlandaskan aturan internasional yang jelas. Ini adalah sebuah teguran halus sekaligus ajakan tegas bagi setiap anggota untuk mengedepankan prinsip multilateralisme di atas tendensi proteksionisme yang kini marak. Menurutnya, tanpa sistem perdagangan yang berfungsi dengan baik, janji kemakmuran bersama hanyalah ilusi.
Namun, seruan Presiden Prabowo tidak berhenti pada isu perdagangan semata. Beliau membawa perhatian para pemimpin pada tantangan yang seringkali tersembunyi namun memiliki daya rusak masif: kejahatan lintas batas.
Presiden menegaskan bahwa inklusivitas dan keberlanjutan tidak hanya berarti membuka pasar bagi semua, tetapi juga membersihkan sistem dari elemen-elemen yang merusaknya. Kerja sama yang lebih erat sangat dibutuhkan untuk memerangi penyelundupan, pencucian uang, dan perdagangan narkotika. Kejahatan-kejahatan transnasional ini, ujar beliau, adalah penghambat pertumbuhan ekonomi riil dan secara sistematis merusak masa depan generasi muda di kawasan ini.
Dalam penutupannya, Presiden Prabowo Subianto secara langsung mengajak seluruh pemimpin APEC untuk keluar dari keraguan dan segera bertindak. Pesan utamanya sederhana namun mendalam: Saatnya bekerja bersama membangun kepercayaan baru.
Seruan ini adalah sebuah deklarasi bahwa Asia Pasifik memiliki potensi untuk menjadi jangkar stabilitas global, asalkan para anggotanya mau menyisihkan kecurigaan dan menggantinya dengan kolaborasi yang konkret dan terarah. Pidato di Gyeongju ini bukan hanya tentang ekonomi, melainkan tentang kepemimpinan moral di masa-masa sulit, menegaskan posisi Indonesia sebagai kekuatan yang bertekad menjembatani perbedaan demi kemakmuran kawasan bersama. (bp).
