Jakarta, MCE - Dalam Penyidikan kasus korupsi di Lamongan terus berlanjut, KPK kembali memanggil sejumlah saksi dalam mengusut perkara dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Jawa Timur (Jatim) 2019-2022. Ketua Bawaslu Kabupaten Gresik hingga Ketua KPU Kabupaten Lamongan turut diperiksa sebagai saksi.
Hal tersebut diungkapkan oleh jubir KPK Budi Prasetyo kepada wartawan mengatakan,"Terkait pengurusan dana hibah untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) dari APBD Provinsi Jatim," terang jubir KPK Budi Prasetyo Kamis kemarin, (24/7/2025).
Budi menjelaskan, selain keduanya, KPK menjadwalkan pemanggilan terhadap dua anggota DPRD masing-masing dari Kabupaten Gresik dan Kabupaten Lamongan dalam kasus ini. Pemeriksaan terhadap para saksi dilakukan hari ini di Polres Gresik, Jawa Timur.
Berikut daftar sejumlah saksi yang diperiksa KPK:
1. Yulianto, swasta
2. Al Amin Zaini, swasta
3. Achmad Nadhori, Ketua Bawaslu Kabupaten Gresik/karyawan swasta
4. Noto Utomo, anggota DPRD Kabupaten Gresik/wiraswasta
5. Mahrus Ali, Ketua KPU Lamongan/wiraswasta
6. Ning Darwati, anggota DPRD Kabupaten Lamongan/pedagang
7. Totok Harianto, wiraswasta..
Dalam kasus ini, KPK mengungkap menemukan potensi penyimpangan dalam pengelolaan dana hibah di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. KPK menilai pengelolaannya minim transparansi.
"KPK mengidentifikasi sejumlah titik rawan penyimpangan dalam pengelolaan hibah, antara lain verifikasi penerima hibah tidak profesional, sehingga masih ditemukan pokmas fiktif dan duplikasi penerima. Tercatat 757 rekening dengan kesamaan identitas (nama, tanda tangan, dan NIK)," kata jubir KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Senin (21/7).
Provinsi Jawa Timur diketahui mengelola dana hibah yang cukup besar, yakni mencapai Rp 12,47 triliun untuk periode 2023-2025, dengan lebih dari 20 ribu lembaga penerima. Dana ini disalurkan ke sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pemberdayaan masyarakat.
KPK juga menemukan ada pengaturan jatah hibah oleh pimpinan DPRD yang dinilai membuka peluang penyalahgunaan anggaran. Selain itu, dana hibah diduga dipotong oleh koordinator lapangan (korlap) hingga 30 persen.
"Pemotongan dana hibah hingga 30 persen oleh koordinator lapangan, terdiri dari 20 persen untuk 'ijon' kepada anggota DPRD dan 10 persen untuk keuntungan pribadi," ucapnya.
Sejauh ini, KPK sudah menetapkan 21 tersangka dugaan korupsi pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat APBD Jatim tahun 2019-2022. Penetapan tersangka itu merupakan pengembangan dari perkara yang telah menjerat mantan Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak.
"Kami sampaikan bahwa pada tanggal 5 Juli 2024 KPK menerbitkan sprindik terkait dugaan adanya Tindak Pidana Korupsi (TPK) dalam pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat atau Pokmas dari APBD Provinsi Jatim tahun anggaran 2019 sampai dengan 2022," kata jubir KPK saat itu, Tessa Mahardhika, di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, 12 Juli 2024.
(S_genk-red)