Bojonegoro, MCE - Langit Bojonegoro siang itu tak secerah biasanya. Awan kelabu tampak menggantung, seolah ikut merasakan ketegangan yang merayap di halaman gedung DPRD. Pukul 13.00 WIB, suasana yang semula tenang mulai bergejolak. Suara orasi dari megafon bersahutan, mengiringi langkah ratusan massa yang memadati jalan di depan gedung wakil rakyat. Kamis (4/9/2025).
Mereka datang dari berbagai penjuru, membawa bendera organisasi, spanduk, dan poster berisi tuntutan. Wajah-wajah mereka memancarkan campuran antara kelelahan, harapan, dan tekad yang membara. Ada mahasiswa dengan almamaternya, petani yang tangannya masih berbekas lumpur sawah, dan masyarakat umum yang merasa terwakili oleh suara-suara lantang di tengah kerumunan.
"Hidup rakyat! Hidup mahasiswa! teriak seorang orator, suaranya serak namun penuh semangat. Teriakan itu disambut pekik setuju dari massa. Slogan-slogan yang mereka teriakan adalah cerminan dari kegelisahan yang sama: harga kebutuhan pokok yang terus merangkak naik, janji-janji yang tak kunjung terealisasi, dan kebijakan yang terasa jauh dari kepentingan rakyat kecil.
Adapun tujuh tuntutan yang dikemukakan meliputi:
Reformasi DPR: Tuntutan ini menyorotnya perlunya perubahan mendasar dalam struktur dan kinerja lembaga legislatif.
Reformasi partai politik: Massa menuntut adanya perbaikan dalam sistem kepartaian agar lebih demokratis, transparan, dan berpihak pada rakyat.
Reformasi pajak yang lebih adil dengan redistribusi transparan dan berkeadilan: Ada harapan agar sistem pajak tidak hanya membebani rakyat kecil, tetapi juga menghasilkan manfaat yang jelas dan merata.
Pengesahan UU Perampasan Aset: Tuntutan ini bertujuan untuk mempercepat proses penindakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi dan kejahatan ekonomi lainnya.
Reformasi Polri: Massa mendesak agar institusi kepolisian direformasi demi terciptanya keamanan yang adil dan non-diskriminatif.
Kembalikan TNI ke barak: Tuntutan ini mencerminkan keinginan agar militer fokus pada fungsi pertahanan negara dan tidak terlibat dalam urusan sipil.
Bebaskan massa aksi yang masih ditahan: Ini adalah seruan solidaritas untuk kawan-kawan seperjuangan yang ditangkap saat melakukan aksi unjuk rasa.
Di seberang jalan, puluhan aparat kepolisian bersiaga, membentuk barikade yang kokoh. Wajah-wajah mereka tampak tegang, namun mereka tetap menjaga profesionalisme. Mereka adalah penyeimbang, memastikan aksi unjuk rasa tetap berjalan damai dan tidak mengganggu ketertiban umum. Namun, barikade itu seolah menjadi simbol pemisah antara rakyat yang berjuang di jalanan dan para wakilnya yang berada di dalam gedung.
Beberapa perwakilan dari massa unjuk rasa mencoba melakukan negosiasi dengan pihak keamanan untuk bisa masuk dan bertemu langsung dengan anggota dewan. Setelah perdebatan yang cukup alot, akhirnya beberapa perwakilan diizinkan masuk. Mereka berjalan dengan langkah mantap, membawa serta secercah harapan agar tuntutan mereka didengar dan ditindaklanjuti.
Sementara itu, di luar gedung, aksi terus berlanjut. Ada yang menyanyikan lagu-lagu perjuangan, ada yang membentangkan spanduk raksasa, dan ada juga yang duduk bersila di tengah jalan, sebagai bentuk protes damai. Matahari yang semula terhalang awan kini mulai menampakkan sinarnya, membuat suasana semakin gerah. Namun, semangat massa tidak luntur. Mereka tetap bertahan, meyakini bahwa suara mereka harus sampai ke telinga para pengambil keputusan.
Aksi unjuk rasa ini bukan sekadar demonstrasi biasa. Ia adalah cermin dari dinamika sosial dan politik di Bojonegoro. Ia adalah pengingat bahwa kekuasaan datang dari rakyat, dan sudah sepatutnya aspirasi rakyat menjadi prioritas utama. Ketika megafon berhenti berteriak dan massa mulai membubarkan diri menjelang sore, mereka meninggalkan pesan yang jelas: bahwa perjuangan untuk keadilan dan kesejahteraan adalah sebuah proses yang tak pernah berhenti. Dan siang ini, di bawah langit Bojonegoro, sejarah telah kembali mencatat sebuah babak baru dari perjuangan rakyat. (bp).