Jumat, 10 Oktober 2025

KPK: Menyingkap Tabir Kerawanan Anggaran, Temuan Menggemparkan dari SPI Instansi Pemerintah




​JAKARTA, MCE - Survei Penilaian Integritas (SPI) yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi instrumen vital dalam memetakan risiko dan mengukur kemajuan upaya pencegahan korupsi di seluruh Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah (K/L/PD). Dengan melibatkan ratusan ribu responden, termasuk pegawai internal—ASN maupun Non-ASN—SPI berupaya menembus 'tembok' birokrasi untuk mengidentifikasi area krusial yang memerlukan perbaikan. Salah satu dimensi utama yang disoroti adalah Pengelolaan Anggaran, yang menjadi jantung operasional setiap instansi. Jumat (10/10/2025). 


​Penting untuk diketahui, temuan dari survei ini tidak hanya bersifat angka, tetapi juga merefleksikan pengalaman dan persepsi riil dari internal pegawai serta pihak eksternal. Lantas, apa saja hotspot kerawanan korupsi yang terungkap dalam dimensi pengelolaan anggaran dan langkah apa yang direkomendasikan untuk menambal kebocoran tersebut?


​Dimensi pengelolaan anggaran, yang diukur melalui Penilaian Internal dalam SPI, menjadi cerminan seberapa jauh tata kelola keuangan instansi telah bebas dari praktik-praktik koruptif. Meskipun upaya pencegahan korupsi telah dilakukan, temuan SPI menunjukkan bahwa masih ada area abu-abu yang berisiko tinggi.


​Secara spesifik, salah satu titik fokus yang diukur adalah terkait Penggunaan Uang Perjalanan Dinas. Data SPI, seperti yang terungkap pada SPI Tahun 2021, mengindikasikan bahwa penyalahgunaan anggaran dalam perjalanan dinas masih terjadi di berbagai instansi peserta survei. Sekitar sembilan persen (9%) dari responden pegawai internal meyakini bahwa praktik ini masih ada.


​Indikator lain yang berhubungan erat dan sering menjadi pintu masuk korupsi dalam pengelolaan anggaran adalah:
​1. Risiko Gratifikasi/Suap: Sekitar 15% responden kalangan pegawai meyakini bahwa risiko penerimaan gratifikasi atau suap ditemui di banyak instansi. Meskipun tidak secara eksklusif terkait anggaran, gratifikasi seringkali berhubungan dengan proses pengambilan keputusan anggaran atau pengadaan.
​2. Perdagangan Pengaruh (Trading in Influence): Risiko adanya perdagangan pengaruh, di mana pihak eksternal mencoba memengaruhi keputusan internal, juga ditemukan di banyak instansi. Hal ini dapat berdampak pada alokasi dan penggunaan anggaran yang tidak objektif.

Temuan ini menunjukkan bahwa risiko korupsi cenderung bersifat sistemik dan bukan hanya insidental, membutuhkan perbaikan mendasar pada tata kelola.


​Titik Rawan Korupsi yang Teridentifikasi:
​1. Penyalahgunaan Anggaran Perjalanan Dinas:
​Kerawanan: Anggaran perjalanan dinas menjadi titik rawan karena seringkali kurangnya kontrol yang ketat terhadap substansi dan realisasi biaya. Potensi penyimpangan meliputi mark-up biaya, fiktif, atau perjalanan yang dilakukan tidak sesuai dengan kebutuhan dinas yang sebenarnya.
​2. Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ):
​Meskipun SPI memiliki dimensi terpisah untuk PBJ, kegiatan ini adalah bagian terbesar dari penggunaan anggaran. PBJ sering menjadi sektor paling rentan korupsi, di mana risiko komisi dari vendor (suap/gratifikasi), penunjukan vendor berdasarkan hubungan pribadi (konflik kepentingan), dan laporan keuangan yang tidak sesuai realisasi menjadi praktik yang masih terjadi.
​3. Konflik Kepentingan dalam Pengelolaan SDM:
​Risiko ketidakobjektifan dalam promosi/mutasi yang dipengaruhi oleh hubungan kekerabatan atau kedekatan dengan pejabat dapat memicu lingkungan yang permisif terhadap korupsi anggaran. Pegawai yang diuntungkan dapat diandalkan untuk memuluskan penyimpangan anggaran di kemudian hari.


​Berdasarkan temuan-temuan SPI, KPK merumuskan beberapa rekomendasi untuk perbaikan sistematis dalam upaya pencegahan korupsi di K/L/PD:
​1. Perbaikan Sistem Pengelolaan Anggaran: Instansi perlu fokus pada peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran, khususnya yang rawan, seperti perjalanan dinas. Hal ini dapat dilakukan melalui digitalisasi proses pelaporan dan verifikasi yang ketat.
2. ​Penguatan Pengawasan Internal: Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) perlu diperkuat perannya agar dapat mengawal proses pengelolaan anggaran dari awal hingga akhir, menjamin tata kelola yang baik dan berkesinambungan.
​3. Meningkatkan Integritas Pegawai: Sosialisasi antikorupsi harus dirancang agar efektif dan berdampak langsung pada perilaku pegawai, terutama dalam menghindari konflik kepentingan dan menolak segala bentuk gratifikasi atau suap yang mungkin terkait dengan alokasi anggaran atau pengadaan.
​4. Membuka Media Pengaduan yang Efektif: Instansi harus meningkatkan sistem antikorupsi terkait penyediaan media pengaduan/pelaporan masyarakat (dan pegawai) yang tepercaya, memberikan perlindungan kepada pelapor (whistleblower), dan memastikan setiap laporan ditindaklanjuti dengan serius.
​5. Keteladanan Pimpinan: Pimpinan organisasi didorong untuk memberikan teladan integritas dan memperkuat komitmen perbaikan sistem, karena perubahan budaya dimulai dari pucuk pimpinan.

Dengan menindaklanjuti rekomendasi SPI secara serius dan terukur, instansi pemerintah dapat secara bertahap menutup celah-celah korupsi yang menggerogoti integritas dan efektivitas pelayanan publik. (bp). #KPK #SPI

Sumber: KPK

Artikel Terkait

KPK: Menyingkap Tabir Kerawanan Anggaran, Temuan Menggemparkan dari SPI Instansi Pemerintah
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email

Berita Terbaru