BOJONEGORO, MCE - Gelombang antrean panjang kendaraan pengangkut barang, didominasi truk dan bus, kini menjadi pemandangan sehari-hari yang meresahkan di berbagai Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kabupaten Bojonegoro. Antrean yang mengular hingga memakan sebagian badan jalan tidak hanya menciptakan kemacetan lalu lintas di jalur-jalur utama, tetapi juga menghimpit waktu kerja dan memangkas pendapatan para sopir yang bergantung pada Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar. Jumat (7/11/2025).
Keresahan ini segera direspons oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Menyadari dampaknya yang meluas terhadap sektor usaha dan kelancaran distribusi logistik, Pemkab Bojonegoro mengambil langkah cepat dengan berkoordinasi intensif bersama pihak SPBU dan PT Patra Niaga, selaku badan usaha penyalur BBM Pertamina. Tujuannya tunggal: memastikan pasokan solar kembali normal dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di Bumi Angling Darma.
Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro Bojonegoro, Retno Wulandari, menjelaskan bahwa pihaknya telah menelusuri akar masalah. Menurutnya, antrean panjang ini bukan semata-mata karena kelangkaan stok secara nasional, tetapi dipicu oleh adanya perubahan mekanisme pengiriman BBM yang diterapkan sejak tanggal 21 Oktober 2025.
Sebelumnya, SPBU seringkali bisa mengajukan permintaan tambahan kuota pengiriman saat stok menipis dan permintaan melonjak. Namun, kini pengiriman hanya dilakukan sesuai kuota plotting yang telah ditetapkan oleh Pertamina, sehingga pengajuan penambahan kuota tidak lagi dapat dipenuhi dengan mudah.
Perubahan sistem ini terasa dampaknya. Ketika kebutuhan solar dari kendaraan-kendaraan besar meningkat secara bersamaan, SPBU cepat kehabisan stok, dan harus menunggu pengiriman sesuai jadwal kuota yang baru. Inilah yang membuat para sopir harus rela mengantre berjam-jam, membuang waktu kerja berharga. Beberapa sopir bahkan mengeluh bahwa waktu yang terbuang di antrean mengurangi efisiensi kerja mereka, yang seharusnya bisa digunakan untuk dua kali pengiriman, kini hanya mampu satu kali.
Menyikapi kondisi ini, Pemkab Bojonegoro tidak tinggal diam. Koordinasi dengan PT Patra Niaga diarahkan untuk mencari solusi terbaik agar distribusi BBM dapat dipercepat dan kuota yang diterima SPBU lebih fleksibel, khususnya di masa lonjakan permintaan.
Selain itu, Pemkab juga memastikan akan terus memantau perkembangan situasi di lapangan. Pengawasan tidak hanya fokus pada ketersediaan, tetapi juga untuk mencegah potensi penyalahgunaan atau penimbunan BBM bersubsidi oleh oknum-oknum yang memanfaatkan situasi antrean. Kekhawatiran akan adanya praktik "mafia solar" yang merugikan masyarakat dan membuat antrean semakin parah juga menjadi perhatian serius bagi instansi terkait.
Harapan masyarakat Bojonegoro kini tertumpu pada hasil koordinasi ini. Para sopir dan pelaku usaha berharap agar Pemerintah Daerah dan Pertamina dapat segera menemukan solusi jangka panjang, sehingga aktivitas ekonomi dapat berjalan lancar tanpa terhambat oleh deretan panjang kendaraan yang menunggu setetes demi setetes solar bersubsidi. (bp).
