Jumat, 05 September 2025

​Memerangi Provokasi Digital, Di Balik Layar Penangkapan Tersangka Penghasutan




​Jakarta, MCE - Di era digital yang serba cepat, media sosial menjadi wadah yang kuat untuk menyebarkan informasi, tetapi di sisi lain, juga menjadi medan pertempuran bagi hoaks dan provokasi. Keresahan ini semakin terasa saat unjuk rasa berpotensi disusupi oleh pihak-pihak yang sengaja menyulut kerusuhan. Namun, aparat penegak hukum tidak tinggal diam. Dengan sinergi yang kuat antara Dittipidsiber Bareskrim Polri dan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, langkah tegas diambil untuk menindaklanjuti kasus-kasus penghasutan di ranah digital. Sabtu (6/9/2025). 


​Tujuh orang tersangka berhasil diamankan dari lima laporan polisi yang berbeda. Mereka ditangkap bukan tanpa alasan; unggahan mereka di media sosial dinilai mengandung unsur pidana yang dapat memicu kericuhan di sejumlah lokasi. Penangkapan ini merupakan bukti nyata bahwa kebebasan berpendapat di ruang siber memiliki batasan, yaitu ketika kebebasan tersebut berpotensi mengancam ketertiban umum dan keamanan negara. Setiap unggahan, setiap kata yang ditulis, memiliki konsekuensi hukum jika terbukti melanggar undang-undang.


​Tidak hanya melakukan penangkapan, upaya penegakan hukum juga merambah ke langkah preventif. Berkolaborasi dengan Komunikasi dan Digital (Komdigi), polisi telah memblokir 592 akun dan konten yang secara aktif menyebarkan provokasi, mengajak, dan menghasut masyarakat untuk melakukan tindakan pidana saat kegiatan unjuk rasa. Tindakan ini merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk membersihkan ruang digital dari konten-konten berbahaya, mencegah penyebaran disinformasi, dan meredam potensi konflik sebelum terjadi.


​Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah kasus yang menjerat Laras Faizati, seorang Communication Officer di ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA). Laras harus menerima konsekuensi berat setelah unggahannya di media sosial terbukti mengandung unsur provokasi terkait isu pembakaran Gedung Mabes Polri. Akibat perbuatannya, Sekjen AIPA langsung memutus kontrak kerjanya, sebuah langkah tegas yang menunjukkan komitmen AIPA dalam menjaga integritas dan netralitas lembaganya dari isu-isu provokasi.


​Tidak hanya kehilangan pekerjaan, Laras juga menghadapi tuntutan pidana serius. Ia dijerat dengan Pasal 45 ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU ITE Nomor 1 Tahun 2024 dan Pasal 160 KUHP serta Pasal 161 ayat (1) KUHP. Jerat hukum ini menunjukkan bahwa tindakannya bukan hanya sekadar kesalahan profesional, tetapi juga pelanggaran hukum yang serius. Kasus ini menjadi pengingat bagi setiap individu, terutama mereka yang bekerja di lembaga-lembaga penting, bahwa setiap unggahan di media sosial dapat membawa konsekuensi besar, baik dalam karier maupun kehidupan pribadi.


​Penangkapan dan penetapan tersangka dalam kasus-kasus ini menjadi pesan penting bagi masyarakat. Di tengah kemudahan akses informasi, kita dituntut untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Jangan biarkan diri kita terjerumus dalam pusaran provokasi yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Mari gunakan media sosial sebagai alat untuk menyebarkan hal positif, membangun dialog, dan menciptakan ruang siber yang lebih aman dan damai. (bp). 

Artikel Terkait

​Memerangi Provokasi Digital, Di Balik Layar Penangkapan Tersangka Penghasutan
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email

Berita Terbaru

Kategori