Jawa Timur, MCE - Pendidikan merupakan pilar utama dalam pembangunan bangsa. Guna menunjang penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas, peran serta masyarakat, khususnya orang tua dan wali murid, menjadi sangat vital. Salah satu instrumen yang mengatur partisipasi ini adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Peraturan ini secara eksplisit membedakan antara bantuan, sumbangan, dan pungutan, sebuah distingsi yang sering kali menjadi sumber kebingungan dan bahkan penyalahgunaan. Rabu (10/9/2025).
Sumber Bantuan yang Diperbolehkan dan Dilarang
Permendikbud 75/2016 secara tegas mengatur sumber-sumber pendanaan yang dapat dihimpun oleh Komite Sekolah. Bantuan yang diperbolehkan berasal dari pihak ketiga yang tidak mengikat, seperti lembaga non-pemerintah, perusahaan, atau individu yang memiliki kepedulian terhadap kemajuan pendidikan. Bantuan ini bersifat sukarela dan tidak ada paksaan. Tujuannya adalah untuk mendukung program-program sekolah yang tidak tercover oleh dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah.
Meski demikian, terdapat batasan yang sangat penting terkait jenis bantuan ini. Peraturan tersebut secara khusus melarang sekolah atau Komite Sekolah menerima sumbangan dari perusahaan rokok, industri minuman beralkohol, serta perusahaan yang berpotensi merusak kesehatan dan lingkungan. Larangan ini bertujuan untuk melindungi peserta didik dari promosi dan paparan produk yang berbahaya.
Selain itu, peraturan juga melarang Komite Sekolah untuk menghimpun dana dari beberapa sumber yang dapat menimbulkan konflik kepentingan atau tekanan, antara lain:
1. Penyedia buku pelajaran atau seragam sekolah. Praktik ini dapat memicu kolusi dan monopoli, yang merugikan orang tua.
2. Pengelola kantin atau koperasi sekolah. Menerima bantuan dari pihak ini dapat mengaburkan batasan antara sumbangan sukarela dan kewajiban komersial.
3. Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan komersial di lingkungan sekolah. Hal ini termasuk les privat, penjualan makanan, atau kegiatan lain yang bisa membebani siswa atau orang tua.
Membedah Praktik Pungutan Liar (Pungli) di Sekolah
Pungutan liar atau pungli adalah praktik ilegal di mana sekolah atau Komite Sekolah meminta sejumlah uang kepada orang tua atau wali murid sebagai kewajiban, tanpa dasar hukum yang jelas dan sering kali disertai unsur paksaan. Permendikbud 75/2016 dengan sangat jelas melarang praktik pungutan. Pungutan yang dimaksud dalam peraturan ini adalah "penarikan dana dari peserta didik, orang tua/wali, atau pihak lainnya yang bersifat wajib, tidak berdasar kesukarelaan, dan tidak ada dasar hukumnya."
Pungli sering kali disamarkan dengan dalih "sumbangan sukarela" atau "bantuan partisipasi" yang besarannya telah ditentukan, atau bahkan "sumbangan" yang dikaitkan dengan kelulusan atau pengambilan rapor. Indikasi kuat dari praktik pungli meliputi:
1. Adanya nominal yang ditentukan dan wajib dibayar. Sumbangan sukarela sejatinya tidak memiliki batasan nominal.
2. Kewajiban pembayaran yang dikaitkan dengan pelayanan sekolah. Misalnya, pembayaran uang gedung sebagai syarat kelulusan atau pendaftaran ulang.
3. Tekanan atau sanksi bagi yang tidak membayar. Ancaman tidak akan mendapat rapor atau tidak bisa mengikuti ujian merupakan contoh klasik dari praktik pungli.
Secara esensial, sumbangan yang diperbolehkan oleh Komite Sekolah haruslah sukarela, tidak mengikat, dan tidak memiliki batas waktu yang ditentukan secara paksa. Sebaliknya, pungutan selalu bersifat wajib, mengikat, dan melibatkan unsur paksaan.
Dengan demikian, Permendikbud 75/2016 bertujuan untuk menciptakan tata kelola sekolah yang transparan dan akuntabel. Aturan ini memberikan ruang bagi Komite Sekolah untuk mencari bantuan dan sumbangan secara legal, namun pada saat yang sama, memberikan batasan ketat untuk mencegah penyalahgunaan dan praktik pungli yang merusak citra pendidikan. Penting bagi seluruh pihak, baik sekolah, Komite Sekolah, maupun orang tua, untuk memahami dan mengimplementasikan peraturannya ini secara benar demi terwujudnya lingkungan pendidikan yang bersih dan berintegritas. (bp).