Selasa, 09 September 2025

​Peraturan Komite Sekolah: Membangun Partisipasi Masyarakat yang Transparan

 


Jawa Timur, MCE - Pendidikan adalah pilar utama pembangunan bangsa, dan untuk mewujudkan pendidikan berkualitas, peran aktif masyarakat, khususnya orang tua, sangatlah penting. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah hadir sebagai instrumen vital yang mengatur partisipasi ini. Peraturan ini secara eksplisit membedakan antara bantuan, sumbangan, dan pungutan, sebuah distingsi yang sering kali disalahpahami. Rabu (10/9/2025).

Bantuan dan Sumbangan: Batasan dan Mekanisme

Menurut Permendikbud 75/2016, sekolah dapat menghimpun bantuan dan sumbangan melalui Komite Sekolah. Bantuan ini bersifat sukarela, datang dari pihak ketiga yang tidak mengikat—seperti perusahaan, lembaga non-pemerintah, atau individu—yang peduli terhadap kemajuan pendidikan. Bantuan ini digunakan untuk mendukung program sekolah yang tidak tercover oleh dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah.

Namun, ada batasan yang jelas. Sekolah dilarang menerima sumbangan dari perusahaan rokok, minuman beralkohol, atau perusahaan yang berpotensi merusak kesehatan dan lingkungan. Larangan ini bertujuan melindungi siswa dari paparan produk berbahaya. Selain itu, Komite Sekolah juga dilarang menerima dana dari pihak-pihak yang dapat menimbulkan konflik kepentingan, seperti:
​Penyedia buku pelajaran atau seragam sekolah.
​Pengelola kantin atau koperasi sekolah.
​Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan komersial di lingkungan sekolah.

Pungli: Praktik Ilegal yang Harus Dihindari

​Pungutan liar, atau pungli, adalah praktik ilegal yang dilarang keras oleh Permendikbud 75/2016. Pungutan didefinisikan sebagai "penarikan dana yang bersifat wajib, tidak berdasar kesukarelaan, dan tidak ada dasar hukumnya." Pungli sering disamarkan sebagai "sumbangan sukarela" yang nominalnya telah ditentukan, atau bahkan dikaitkan dengan pelayanan sekolah seperti kelulusan atau pengambilan rapor.

​1. Indikasi kuat dari praktik pungli meliputi:
​Adanya nominal wajib yang ditentukan.
​2. Kewajiban pembayaran yang dikaitkan dengan layanan sekolah, seperti uang gedung sebagai syarat kelulusan.
​3. Adanya tekanan atau sanksi bagi yang tidak membayar, seperti ancaman tidak akan mendapat rapor.

Sumbangan yang legal haruslah bersifat sukarela, tidak mengikat, dan tanpa paksaan. Sebaliknya, pungutan selalu bersifat wajib, mengikat, dan melibatkan unsur paksaan.

Menciptakan Tata Kelola yang Transparan

Pada intinya, Permendikbud 75/2016 dirancang untuk menciptakan tata kelola sekolah yang transparan dan akuntabel. Aturan ini memberikan ruang bagi Komite Sekolah untuk menghimpun dana secara legal, namun di saat yang sama, memberikan batasan ketat untuk mencegah penyalahgunaan. Memahami dan mengimplementasikan peraturan ini dengan benar adalah kunci untuk mewujudkan lingkungan pendidikan yang bersih, berintegritas, dan terbebas dari praktik pungli. Dengan demikian, partisipasi masyarakat dapat benar-benar menjadi kekuatan pendorong kemajuan pendidikan di Indonesia. (bp). 

Artikel Terkait

​Peraturan Komite Sekolah: Membangun Partisipasi Masyarakat yang Transparan
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email

Berita Terbaru

Kategori